Bonus Deposit Hingga 50% untuk semua member, syarat dan ketentuannya sangat mudah , banyak permainan yang tersedia seperti tembak ikan online , adu banteng , sabung ayam , sportsbook , casino online , poker online , togel online dan masih banyak lagi.
< ;

Kamis, 22 Desember 2016

Kasus Sidang Buni Yani Membuat Masyarakat Semua Ketawa Dan Tidak Masuk Akal

Kasus Sidang Buni Yani Membuat Masyarakat Semua Ketawa Dan Tidak Masuk Akal
Kasus Sidang Buni Yani Membuat Masyarakat Semua Ketawa Dan Tidak Masuk Akal
Detiktop - Sidang Ahok Bikin Terharu, Sidang Buni Yani Bikin Semua Ngakak Tertawa!! – Menjelang sidang perdana kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama, saya juga kebanyakan anak bangsa negeri ini, baik yang pro maupun kontra, tentu harap-harap cemas. Apakah sidangnya akan ditayangkan live atau tidak? Apakah masa FPI akan berbuat rusuh atau tidak? Beragam spekulasi terbentuk karena, percaya atau tidak percaya-senang atau tidak senang, Ahok memang mempunyai daya magis yang tinggi.

Jutaan orang sangat berharap sidang ditayangkan live. Agar semua tau apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mengapa demikian? Karena, setelah dilakukan survei, 85 persen masyarakat tidak tau persis ucapan Ahok yang dianggap menista agama. Yang berarti, masyarakat hanya tau katanya dan katanya. Beginilah keadaan kita yang terlalu malas untuk tabayyun, akhirnya mudah tersulut emosinya atas sesuatu yang belum jelas duduk perkaranya.

Itulah mengapa sidang perdana Ahok begitu ramai yang datang, baik yang terus mensupport beliau juga mereka yang terus berteriak-teriak “penjarakan ahok” dan bla-bla-bla. Belum lagi mereka yang tengah menyaksikan sidang di rumah masing-masing karena sidang ditayangkan live. Saya pun khusu’ mengamati juga membatin. Sedih juga geram menyaksikan orang baik seperti Ahok harus menghadapi sebuah kasus yang sangat dipaksakan. Mungkin setiap orang yang masih punya nurani pasti merasakan hal yang serupa.

Berbeda dengan Ahok, Buni Yani yang mengajukan praperadilan, ternyata sepi peminat. Tidak ada pro-kontra agar praperadilan Buni Yani ditayangkan secara live atau tidak. Sebab, hal itu mungkin dirasa tidak menarik untuk ditayangkan. Dan GNPF MUI pun terlihat tidak mengawal sidang ini, yah minimal menyemangati beliau dengan berkata, “Akhi, syukron yah.. berkat antum kite jadi banyak kegiatan lapangan.”

Sampai-sampai Uni Fahira Idris, istri dari kuasa hukum Buni Yani, meminta umat Islam (entah umat Islam yang mana) untuk mendampingi Kang Buni. Malahan, ajakan tersebut telah ditambahi bumbu “maicih” sedikit, “Rombongan guntur romli bawa tim nya ke pengadilan Jakarta selatan.. mereka bikin jatuh mental bang buni yani.. ada yg teriak2 dll dsb.. jadi bang buni yani berharap ada teman2 yg bisa hadir mendampingi.”

Saat ajakan ini disebarkan ke dalam grup-grup WA yang mungkin peninggalan aksi 411 dan 212, ternyata respon para penghuni grup sungguh menyedihkan. Sidang tetap sepi. Tanpa teriak-teriak juga tanpa kehadiran Kang Buni. Dan rombongan Guntur Romli hanya bisa terkantuk-kantuk sebab sidang yang sungguh membosankan dan cuma mengundang gelak tawa. Ternyata, Uni Fahira doyan juga sebar kabar hoax. Duhhh…

Sungguh kasihan Kang Buni.. Kau yang mulai kau lah yang mengakhiri.. Dan pihak-pihak yang lain kini menikmati. Pada akhirnya, orang-orang yang mendapat berkah dari apa yang Kang Buni lakukan hanya bisa prihatin dan pasrah terhadap hasil sidang nanti.

Sidang praperadilan Kang Buni memang tak menarik untuk didalami. Tapi, itu bisa menjadi hiburan akhir pekan anda di rumah.

Aldwin Rahadian, kuasa hukum Kang Buni sekaligus suami Uni Fahira, menganggap bahwa bukan salah kliennya jika pada akhirnya status Facebook mengenai pidato Gubernur DKI Jakarta menjadi viral. Katanya, “Status Facebook Buni tersebar dengan sendirinya karena ada mekanisme mesin di Facebook yang memungkinkan semua orang melihat hal tersebut.”

Saya jadi bertanya-tanya, apakah Uda Aldwin ini punya akun Facebook? Semua orang tau bahwa saat sebuah akun mem-post sebuah status, ya otomatis status itu akan tersebar dengan sendirinya. Orang-orang yang masuk dalam pertemanan Kang Buni pasti akan tau. Apalagi kalau mereka terpancing dan sudah benci sama Ahok sejak orok, pasti mereka akan share secara cuma-cuma. Akhirnya… viral deh. Demo deh. Dan, Kang Buni dijadikan tersangka deh. Masa yang begituan harus tanya pakar IT. Duhhh..

Uda Aldwin ndak perlu bawa-bawa “news feed” karena itu mekanisme Facebook. Kalau mau komplen, langsung saja ke Mark Zuckerberg. Toh, berkat fitur news feed ini, Facebook berhasil meruntuhkan kejayaan twitter. Kalau perlu Uda dan Uni ajak umat yang tergabung dalam 411 dan 212 juga 1212 untuk memboikot Facebook. Silahkan uninstall Facebook ramai-ramai, biar Facebook terasa lebih damai.

Jadi. Kalau bukan Kang Buni yang salah, apa Facebook yang salah? Kalau Facebook yang dijadikan kambing hitam, dan Mark Zuckerberg mengetahui ini, palingan, Mark Zuckerberg jawab gini, “Jadi lu nyalahin Facebook? Kalo Facebook salah, lu mau apa? Lu ngabisin seword(dot)com aja gak mampu, mau ngabisin Facebook? Masih waras lu?” Tapi, itu tidak akan terjadi. Mark ndak akan pernah tertarik.

Hal yang mengundang gelak tawa lainnya adalah saat Ketua Komisi Fatwa MUI DKI Jakarta memberikan kesaksian sebagai ahli agama. Hakim ketua bertanya kepada Lutfi saat dia sedang memberikan kesaksiannya. “Mohon maaf, Pak Lutfi apakah pernah melihat status Facebook pemohon (praperadilan) ini?

Lutfi pun terdiam sesaat, hingga akhirnya, ia harus mengakui bahwa ia belum pernah melihat status Facebook Buni Yani. Kalau belum melihat untuk apa memberikan kesaksian sebagai ahli agama? Memberi saksi seharusnya dipilih dari orang yang tau duduk perkaranya. Itulah mengapa, saat memberikan kesaksian, Lutfi bercerita ngalor-ngidul tak tentu arah. Kesaksiannya cuma berputar soal MUI dan kasus penodaan agama Ahok.

Mungkin. Beliau salah masuk ruang sidang. Beliau kira itu sidang Ahok. Ternyata, setelah beberapa kali diinterupsi, Achmad Lutfi baru sadar bahwa ia sedang memberi kesaksian di sidang praperadilan Buni Yani.

 
Super Kawaii Cute Cat Kaoani